Loading...
Salam Jumaat buat semua...sebuah kisah yg amat menakutkan,menginsafkan...semoga bermanfaat buat semua....
Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, Hasan bukan nama sebenarnya), mengajak ibunya untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Sarah (juga bukan nama sebenarnya), sang Ibu,tentu senang dengan ajakan anaknya itu. Sebagai muslim yang mampu mereka memang berkewajiban menunaikan ibadah Haji.
Segala perlengkapan sudah disiapkan. Singkatnya ibu anak-anak ini akhirnya berangkat ke tanah suci. Kondisi keduanya sihat walafiat, tak kurang satu apapun. Tiba harinya mereka melakukan tawaf dengan hati dan niat ikhlas menyeru panggilan Allah, Tuhan Semesta Alam.
“Labaik allahuma labaik,aku datang memenuhi seruanMu ya Allah”.
Hasan memimpin ibunya dan berbisik, “Ummi undzur ila Ka’bah(Bu,lihatl! ah Ka’bah).”
Hasan menunjuk kepada bangunan empat persegi berwarna hitam itu. Ibunya yang berjalan di sisi anaknya tidak menunjukkan sebarang reaksi,ia terdiam. Perempuan itu sama sekali tidak melihat apa yang ditunjukkan oleh anaknya. Hasan kembali membisiki ibunya. Ia nampak bingung melihat raut wajah ibunya. Di wajah ibunya kelihatan kebingungan.
bunya sendiri tak mengerti mengapa ia tak boleh melihat apapun selain kegelapan. beberapakali ia mengusap-usap matanya, tetapi kembali yang nampak hanyalah kegelapan. Padahal, tak ada masalah dengan kesehatan matanya.
Beberapa minit yang lalu ia masih melihat segalanya dengan jelas,tapi mengapa memasuki Masjidil Haram segalanya menjadi gelap gelita.
Tujuh kali haji ,Anak yang soleh itu bersimpuh di hadapan Allah. Ia solat memohon ampun. Hati Hasan begitu sedih. Siapapun yang datang ke Baitulah, mengharap rahmatNYA. Terasa hampa menjadi tamu Allah, tanpa menyaksikan segala kebesaran-Nya, tanpa merasakan kuasa-Nya dan juga rahmat-Nya.
Hasan tidak berkecil hati, mungkin dengan ibadah dan taubatnya yang sungguh-sungguh, Ibundanya akan dapat merasakan anugerah-Nya, dengan menatap Ka’bah, kelak. Anak yang soleh itu berniat akan kembali membawa ibunya pergi haji tahun depan.
Ternyata nasib baik belum berpihak kepadanya. Tahun berikutnya kejadian serupa berulang lagi. Ibunya kembali dibutakan di Ka’bah, sehingga tak dapat menyaksikan bangunan yang merupakan symbol persatuan umat Islam itu. Wanita itu tidak boleh melihat Ka’bah.
Hasan tidak putus asa. Ia kembali membawa ibunya ke tanah suci tahun berikutnya. Anehnya, ibunya tetap saja tak dapat melihat Ka’bah.
Setiap berada di Masjidil Haram, yang nampak di matanya hanyalah gelap dan gelap. Begitulah keganjilan yang terjadi pada diri Sarah. hingga kejadian itu berulang sampai tujuh kali menunaikan ibadah haji.
Hasan tak habis ikhtiar, ia tak mengerti, apa yang menyebabkan ibunya menjadi buta di depan Ka’bah. Padahal, setiap berada jauh dari Ka’bah, penglihatannya selalu normal.
Ia bertanya-tanya, apakah ibunya punya kesalahan sehingga mendapat azab dari Allah SWT ? Apa yang telah diperbuat ibunya, sehingga mendapat musibah seperti itu ? Segala pertanyaan berkecamuk dalam dirinya. Akhirnya diputuskannya untuk mencari seorang alim ulama, yang dapat membantu permasalahannya.
Beberapa saat kemudian ia mendengar ada seorang ulama yang terkenal kerana kesolehannya dan kebaikannya di Abu Dhabi (Uni Emirat).
Tanpa bertangguh, Hasan dapat bertemu dengan ulama yang dimaksud. Ia pun mengutarakan masalah kepada ulama yang soleh ini. Ulama itu mendengarkan dengan seksama, kemudian meminta agar Ibu hasan mahu menghubunginya. anak yang berbakti ini pun pulang.
Setibanya di tanah kelahirannya, ia meminta ibunya untuk menghubungi ulama di Abu Dhabi tersebut. Beruntung, siibu mahu memenuhi permintaan anaknya. Ia pun mau menalipon ulama itu, dan menceritakan kembali peristiwa yang dialaminya di tanah suci.
Ulama itu kemudian meminta Sarah introspeksi, mengingat kembali, mungkin ada perbuatan atau peristiwa yang terjadi padanya dimasa lalu, sehingga ia tidak mendapat rahmat Allah.
Sarah diminta untuk bersikap terbuka, mengatakan dengan jujur, apa yang telah dilakukannya.
“Anda harus berterus terang kepada saya, kerana masalah Anda bukan masalah ringan,” kata ulama itu pada Sarah. Sarah terdiam sejenak.Kemudian ia meminta waktu untuk memikirkannya. Tujuh hari berlalu, akan tetapi ulama itu tidak mendapat kabar dari Sarah. Pada minggu kedua setelah percakapan pertama mereka, akhirnya Sarah menalipon.
“Ustaz, waktu masih muda, saya bekerja sebagai jururawat dihospital,” cerita Sarah akhirnya. “Oh, bagus…..Pekerjaan jururawat adalah pekerjaan mulia,” potong ulama itu.
“Tapi saya mencari wang sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara,tidak peduli, apakah cara saya itu halal atau haram,” ungkapnya terus terang.
Ulama itu terperanjat. Ia tidak menyangka wanita itu akan berkata demikian.
“Disana….” sambung Sarah, “Saya sering kali menukar bayi, kerana tidak semua ibu senang dengan bayi yang telah dilahirkan. Kalau ada yang menginginkan anak laki-laki, padahal bayi yang dilahirkannya perempuan, dengan imbuhan wang, saya tukar bayi-bayi itu sesuai dengan keinginan mereka.”
Ulama tersebut amat terkejut mendengar penjelasan Sarah.”Astagfirullah……” betapa sanggupnya wanita itu menyakiti hati para ibu yang diberi amanah Allah untuk melahirkan anak. bayangkan, betapa banyak keluarga yang telah dirosaknya, sehingga tidak jelas nasabnya. Apakah Sarah tidak tahu, bahawa dalam Islam menjaga nasab atau keturunan sangat penting.
Jika seorang bayi ditukar, tentu nasabnya menjadi tidak jelas. Padahal, nasab ini sangat menentukan dalam perkahwinan,terutama dalam masalah mahram atau muhrim, iaitu orang-orang yang tidak boleh dinikahi.
“Cuma itu yang saya lakukan,” ucap Sarah.
“Cuma itu ?” tanya ulama terperanjat. “Tahukah anda bahwa perbuatan Anda itu dosa yang sangat luar biasa, betapa banyak keluarga yang sudah Anda hancurkan!”. ucap ulama dengan nada tinggi. “Lalu apa lagi yang Anda kerjakan ?” tanya ulama itu lagi sedikit kesal.
“Di rumah sakit, saya juga melakukan tugas memandikan orang mati.”
“Oh bagus, itu juga pekerjaan mulia,” kata ulama “Ya, tapi saya memandikan orang mati kerana ada kerja sama dengan tukang sihir.”
“Maksudnya ?”. tanya ulama tidak engerti. “Setiap saya bermaksud mensengsarakan orang, baik membuatnya mati atau sakit, segala perkakas sihir itu sesuai dengan syaratnya, harus dipendam di dalam tanah. Akan tetapi saya tidak menguburnya didalam tanah, melainkan saya masukkan benda-benda itu ke dalam mulut orang yang mati .”
“Suatu kali, pernah seorang alim meninggal dunia. Seperti biasa,saya memasukkan berbagai barang-barang tenung seperti jarum, benang dan lain-lain ke dalam mulutnya. Entah mengapa benda-benda itu seperti terpntal, tidak mau masuk, walaupun saya sudah menekannya dalam-dalam. Benda-benda itu selalu kembali keluar. Saya cuba lagi begitu seterusnya berulang-ulang.
Akhirnya, emosi saya memuncak, saya masukkan benda itu dan saya jahit mulutnya. Cuma itu dosa yang saya lakukan.”
Mendengar penuturan Sarah yang datar dan tanpa rasa dosa, ulama itu berteriak marah. “Cuma itu yang kamu laku! kan ?”. “Masya Allah….!!!
Saya tidak boleh bantu anda.Saya angkat tangan”. Ulama itu amat sangat terkejutnya mengetahui perbuatan Sarah.
Tidak pernah terbayang dalam hidupnya ada seorang manusia,apalagi ia adalah wanita, yang memiliki nurani begitu , begitu keji.Tidak pernah terjadi dalam hidupnya, ada wanita yang melakukan perbuatan sekeji itu. Akhirnya ulama itu berkata, “Anda harus memohon ampun kepada Allah, kerana hanya Dialah yang bisa mengampuni dosa Anda.”
Setelah beberapa lama, sekitar tujuh hari kemudian ulama tidak mendengar kabar selanjutnya dari Sarah.
Akhirnya ia mencari tahu dengan menghubunginya melalui telepon. Ia berharap Sarah telah bertaubat atas segala yang telah diperbuatnya. Ia berharap Allah akan mengampuni dosa Sarah, sehingga Rahmat Allah datang kepadanya.Kerana tidak juga memperoleh khabar, ulama itu menghubungi keluarga Hasan di mesir.
Kebetulan yang menerima telepon adalah Hasan sendiri. Ulama menanyakan kabar Sarah, ternyata kabar duka yang diterima ulama itu. “Ummi sudah meninggal dua hari setelah menghubungi ustaz,” ujar Hasan
Ulama itu terkejut mendengar khabar tersebut.
”Bagaimana ibumu meninggal, Hasan ?”. tanya ulama itu. Hasanpun akhirnya bercerita : Setelah menalipon ustaz, dua hari kemudian ibunya jatuh sakit dan meninggal dunia.
Yang mengejutkan adalah peristiwa penguburan Sarah. Ketika tanah sudah digali, untuk kemudian dimasukkan jenazah atas izin Allah, tanah itu rapat kembali, tertutup dan mengeras.
Para penggali mencari lokasi lain untuk digali. Peristiwa itu terulang kembali. Tanah yang sudah digali kembali menyempit dan tertutup rapat.
Peristiwa itu berlangsung begitu cepat,sehingga tidak seorangpun penghantar jenazah yang menyedari bahwa tanah itu kembali rapat. Peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Para penghantar yang menyaksikan peristiwa itu
merasa ngeri dan merasakan sesuatu yang aneh terjadi. Mereka yakin, kejadian tersebut pastilah berkaitan dengan perbuatan si mati.
Waktu terus berlalu, para penggali kubur putus asa kerana pekerjaan mereka tak juga tidak selesai.
Siangpun berlalu,petang menjelang,bahkan sampai hampir maghrib, tidak ada satupun lubang yang berhasil digali.
Mereka akhirnya pasrah, dan beranjak pulang.Jenazah itu dibiarkan saja tergeletak di hamparan tanah kering kerontang. Sebagai anak yang begitu sayang dan hormat kepada ibunya, Hasan tidak sanggup meninggalkan jenazah orang tuanya ditempat itu tanpa dikubur. Kalaupun dibawa pulang, rasanya tidak mungkin.
Hasan termenung di tanah perkuburan seorang diri.
Dengan izin Allah,tiba-tiba berdiri seorang laki-laki yang berpakaian hitam panjang, seperti pakaian khusus orang Mesir. Lelaki itu tidak nampak wajahnya, kerana terhalang dengan tutupan ! kepalanya yang menjorok ke depan.
Laki-laki itu mendekati Hasan kemudian berkata padanya,” Biar aku tangani jenazah ibumu, pulanglah !”. kata orang itu.
Hasan lega mendengar bantuan orang tersebut, Ia berharap laki-laki itu akan menunggu jenazah ibunya. Syukur-syukur mahu menggali lubang untuk mengebumikan ibunya. “Aku minta supaya kau jangan menengok ke belekang, sampai tiba di rumahmu, “pesan lelaki itu.
Hasan mengangguk, kemudian ia meninggalkan pemakaman. Belum sempat ia di luar lokasi pemakaman,terbit keinginannya untuk mengetahui apa yang terjadi dengan jenazah ibunya.
Sedetik kemudian ia menoleh ke belakang. Betapa pucat wajah Hasan,melihat jenazah ibunya sudah dililit api, kemudian api itu menyelimuti seluruh tubuh ibunya.
Belum habis rasa takutnya, sedetik kemudian dari arah yang berlawanan, api menerpa wajah Hasan. Hasan ketakutan.Dengan langkah seribu, ia pun bergegas meninggalkan tempat itu.
Demikian yang diceritakan Hasan kepada ulama itu. Hasan juga mengaku,bahwa separuh wajahnya yang tertampar api itu kini berbekas kehitaman kerana terbakar.
Ulama itu mendengarkan dengan khusyuk semua cerita yang diungkapkan Hasan. Ia menyarankan, agar Hasan segera beribadah dengan khusyuk dan meminta ampun atas segala perbuatan atau dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh ibunya.
Akan tetapi, ulama itu tidak menceritakan kepada Hasan, apa yang telah diceritakan oleh ibunya kepada ulama itu.
Ulama itu meyakinkan Hasan, bahwa apabila anak yang soleh itu memohon ampun dengan sungguh-sungguh, maka bekas luka di pipinya dengan izin Allah akan hilang.
Benar , tak berapa lama kemudian Hasan kembali mengkhabari ulama itu, bahwa lukanya yang dulu amat terasa sakit dan panas luar biasa, semakin hari bekas kehitaman semakin hilang.
Tanpa tahu apa yang telah dilakukan ibunya selama hidup, Hasan tetap mendoakan ibunya. Ia berharap,apapun perbuatan dosa yg telah dilakukan oleh ibunya, akan diampuni oleh Allah SWT.
Semoga kisah nyata ini boleh menjadi pelajaran bagi kita semua…
Amin
p/s...Ya Allah....ampunkan segala dosa hambamu....betapa takutnya bila aku membacanya Ya Allah...
Sumber: Emel fwd.
Tujuh kali naik Haji tidak boleh melihat Ka’bah
“Kubur adalah rumah akhirat pertama, Bila selamat dikubur, maka yang setelahnya menjadi lebih mudah, bila tidak selamat di kubur, maka yang setelahnya lebih sulit.” (HR. Tirmidzi dan Ibn Majah).
Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, Hasan bukan nama sebenarnya), mengajak ibunya untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Sarah (juga bukan nama sebenarnya), sang Ibu,tentu senang dengan ajakan anaknya itu. Sebagai muslim yang mampu mereka memang berkewajiban menunaikan ibadah Haji.
Segala perlengkapan sudah disiapkan. Singkatnya ibu anak-anak ini akhirnya berangkat ke tanah suci. Kondisi keduanya sihat walafiat, tak kurang satu apapun. Tiba harinya mereka melakukan tawaf dengan hati dan niat ikhlas menyeru panggilan Allah, Tuhan Semesta Alam.
“Labaik allahuma labaik,aku datang memenuhi seruanMu ya Allah”.
Hasan memimpin ibunya dan berbisik, “Ummi undzur ila Ka’bah(Bu,lihatl! ah Ka’bah).”
Hasan menunjuk kepada bangunan empat persegi berwarna hitam itu. Ibunya yang berjalan di sisi anaknya tidak menunjukkan sebarang reaksi,ia terdiam. Perempuan itu sama sekali tidak melihat apa yang ditunjukkan oleh anaknya. Hasan kembali membisiki ibunya. Ia nampak bingung melihat raut wajah ibunya. Di wajah ibunya kelihatan kebingungan.
bunya sendiri tak mengerti mengapa ia tak boleh melihat apapun selain kegelapan. beberapakali ia mengusap-usap matanya, tetapi kembali yang nampak hanyalah kegelapan. Padahal, tak ada masalah dengan kesehatan matanya.
Beberapa minit yang lalu ia masih melihat segalanya dengan jelas,tapi mengapa memasuki Masjidil Haram segalanya menjadi gelap gelita.
Tujuh kali haji ,Anak yang soleh itu bersimpuh di hadapan Allah. Ia solat memohon ampun. Hati Hasan begitu sedih. Siapapun yang datang ke Baitulah, mengharap rahmatNYA. Terasa hampa menjadi tamu Allah, tanpa menyaksikan segala kebesaran-Nya, tanpa merasakan kuasa-Nya dan juga rahmat-Nya.
Hasan tidak berkecil hati, mungkin dengan ibadah dan taubatnya yang sungguh-sungguh, Ibundanya akan dapat merasakan anugerah-Nya, dengan menatap Ka’bah, kelak. Anak yang soleh itu berniat akan kembali membawa ibunya pergi haji tahun depan.
Ternyata nasib baik belum berpihak kepadanya. Tahun berikutnya kejadian serupa berulang lagi. Ibunya kembali dibutakan di Ka’bah, sehingga tak dapat menyaksikan bangunan yang merupakan symbol persatuan umat Islam itu. Wanita itu tidak boleh melihat Ka’bah.
Hasan tidak putus asa. Ia kembali membawa ibunya ke tanah suci tahun berikutnya. Anehnya, ibunya tetap saja tak dapat melihat Ka’bah.
Setiap berada di Masjidil Haram, yang nampak di matanya hanyalah gelap dan gelap. Begitulah keganjilan yang terjadi pada diri Sarah. hingga kejadian itu berulang sampai tujuh kali menunaikan ibadah haji.
Hasan tak habis ikhtiar, ia tak mengerti, apa yang menyebabkan ibunya menjadi buta di depan Ka’bah. Padahal, setiap berada jauh dari Ka’bah, penglihatannya selalu normal.
Ia bertanya-tanya, apakah ibunya punya kesalahan sehingga mendapat azab dari Allah SWT ? Apa yang telah diperbuat ibunya, sehingga mendapat musibah seperti itu ? Segala pertanyaan berkecamuk dalam dirinya. Akhirnya diputuskannya untuk mencari seorang alim ulama, yang dapat membantu permasalahannya.
Beberapa saat kemudian ia mendengar ada seorang ulama yang terkenal kerana kesolehannya dan kebaikannya di Abu Dhabi (Uni Emirat).
Tanpa bertangguh, Hasan dapat bertemu dengan ulama yang dimaksud. Ia pun mengutarakan masalah kepada ulama yang soleh ini. Ulama itu mendengarkan dengan seksama, kemudian meminta agar Ibu hasan mahu menghubunginya. anak yang berbakti ini pun pulang.
Setibanya di tanah kelahirannya, ia meminta ibunya untuk menghubungi ulama di Abu Dhabi tersebut. Beruntung, siibu mahu memenuhi permintaan anaknya. Ia pun mau menalipon ulama itu, dan menceritakan kembali peristiwa yang dialaminya di tanah suci.
Ulama itu kemudian meminta Sarah introspeksi, mengingat kembali, mungkin ada perbuatan atau peristiwa yang terjadi padanya dimasa lalu, sehingga ia tidak mendapat rahmat Allah.
Sarah diminta untuk bersikap terbuka, mengatakan dengan jujur, apa yang telah dilakukannya.
“Anda harus berterus terang kepada saya, kerana masalah Anda bukan masalah ringan,” kata ulama itu pada Sarah. Sarah terdiam sejenak.Kemudian ia meminta waktu untuk memikirkannya. Tujuh hari berlalu, akan tetapi ulama itu tidak mendapat kabar dari Sarah. Pada minggu kedua setelah percakapan pertama mereka, akhirnya Sarah menalipon.
“Ustaz, waktu masih muda, saya bekerja sebagai jururawat dihospital,” cerita Sarah akhirnya. “Oh, bagus…..Pekerjaan jururawat adalah pekerjaan mulia,” potong ulama itu.
“Tapi saya mencari wang sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara,tidak peduli, apakah cara saya itu halal atau haram,” ungkapnya terus terang.
Ulama itu terperanjat. Ia tidak menyangka wanita itu akan berkata demikian.
“Disana….” sambung Sarah, “Saya sering kali menukar bayi, kerana tidak semua ibu senang dengan bayi yang telah dilahirkan. Kalau ada yang menginginkan anak laki-laki, padahal bayi yang dilahirkannya perempuan, dengan imbuhan wang, saya tukar bayi-bayi itu sesuai dengan keinginan mereka.”
Ulama tersebut amat terkejut mendengar penjelasan Sarah.”Astagfirullah……” betapa sanggupnya wanita itu menyakiti hati para ibu yang diberi amanah Allah untuk melahirkan anak. bayangkan, betapa banyak keluarga yang telah dirosaknya, sehingga tidak jelas nasabnya. Apakah Sarah tidak tahu, bahawa dalam Islam menjaga nasab atau keturunan sangat penting.
Jika seorang bayi ditukar, tentu nasabnya menjadi tidak jelas. Padahal, nasab ini sangat menentukan dalam perkahwinan,terutama dalam masalah mahram atau muhrim, iaitu orang-orang yang tidak boleh dinikahi.
“Cuma itu yang saya lakukan,” ucap Sarah.
“Cuma itu ?” tanya ulama terperanjat. “Tahukah anda bahwa perbuatan Anda itu dosa yang sangat luar biasa, betapa banyak keluarga yang sudah Anda hancurkan!”. ucap ulama dengan nada tinggi. “Lalu apa lagi yang Anda kerjakan ?” tanya ulama itu lagi sedikit kesal.
“Di rumah sakit, saya juga melakukan tugas memandikan orang mati.”
“Oh bagus, itu juga pekerjaan mulia,” kata ulama “Ya, tapi saya memandikan orang mati kerana ada kerja sama dengan tukang sihir.”
“Maksudnya ?”. tanya ulama tidak engerti. “Setiap saya bermaksud mensengsarakan orang, baik membuatnya mati atau sakit, segala perkakas sihir itu sesuai dengan syaratnya, harus dipendam di dalam tanah. Akan tetapi saya tidak menguburnya didalam tanah, melainkan saya masukkan benda-benda itu ke dalam mulut orang yang mati .”
“Suatu kali, pernah seorang alim meninggal dunia. Seperti biasa,saya memasukkan berbagai barang-barang tenung seperti jarum, benang dan lain-lain ke dalam mulutnya. Entah mengapa benda-benda itu seperti terpntal, tidak mau masuk, walaupun saya sudah menekannya dalam-dalam. Benda-benda itu selalu kembali keluar. Saya cuba lagi begitu seterusnya berulang-ulang.
Akhirnya, emosi saya memuncak, saya masukkan benda itu dan saya jahit mulutnya. Cuma itu dosa yang saya lakukan.”
Mendengar penuturan Sarah yang datar dan tanpa rasa dosa, ulama itu berteriak marah. “Cuma itu yang kamu laku! kan ?”. “Masya Allah….!!!
Saya tidak boleh bantu anda.Saya angkat tangan”. Ulama itu amat sangat terkejutnya mengetahui perbuatan Sarah.
Tidak pernah terbayang dalam hidupnya ada seorang manusia,apalagi ia adalah wanita, yang memiliki nurani begitu , begitu keji.Tidak pernah terjadi dalam hidupnya, ada wanita yang melakukan perbuatan sekeji itu. Akhirnya ulama itu berkata, “Anda harus memohon ampun kepada Allah, kerana hanya Dialah yang bisa mengampuni dosa Anda.”
Setelah beberapa lama, sekitar tujuh hari kemudian ulama tidak mendengar kabar selanjutnya dari Sarah.
Akhirnya ia mencari tahu dengan menghubunginya melalui telepon. Ia berharap Sarah telah bertaubat atas segala yang telah diperbuatnya. Ia berharap Allah akan mengampuni dosa Sarah, sehingga Rahmat Allah datang kepadanya.Kerana tidak juga memperoleh khabar, ulama itu menghubungi keluarga Hasan di mesir.
Kebetulan yang menerima telepon adalah Hasan sendiri. Ulama menanyakan kabar Sarah, ternyata kabar duka yang diterima ulama itu. “Ummi sudah meninggal dua hari setelah menghubungi ustaz,” ujar Hasan
Ulama itu terkejut mendengar khabar tersebut.
”Bagaimana ibumu meninggal, Hasan ?”. tanya ulama itu. Hasanpun akhirnya bercerita : Setelah menalipon ustaz, dua hari kemudian ibunya jatuh sakit dan meninggal dunia.
Yang mengejutkan adalah peristiwa penguburan Sarah. Ketika tanah sudah digali, untuk kemudian dimasukkan jenazah atas izin Allah, tanah itu rapat kembali, tertutup dan mengeras.
Para penggali mencari lokasi lain untuk digali. Peristiwa itu terulang kembali. Tanah yang sudah digali kembali menyempit dan tertutup rapat.
Peristiwa itu berlangsung begitu cepat,sehingga tidak seorangpun penghantar jenazah yang menyedari bahwa tanah itu kembali rapat. Peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Para penghantar yang menyaksikan peristiwa itu
merasa ngeri dan merasakan sesuatu yang aneh terjadi. Mereka yakin, kejadian tersebut pastilah berkaitan dengan perbuatan si mati.
Waktu terus berlalu, para penggali kubur putus asa kerana pekerjaan mereka tak juga tidak selesai.
Siangpun berlalu,petang menjelang,bahkan sampai hampir maghrib, tidak ada satupun lubang yang berhasil digali.
Mereka akhirnya pasrah, dan beranjak pulang.Jenazah itu dibiarkan saja tergeletak di hamparan tanah kering kerontang. Sebagai anak yang begitu sayang dan hormat kepada ibunya, Hasan tidak sanggup meninggalkan jenazah orang tuanya ditempat itu tanpa dikubur. Kalaupun dibawa pulang, rasanya tidak mungkin.
Hasan termenung di tanah perkuburan seorang diri.
Dengan izin Allah,tiba-tiba berdiri seorang laki-laki yang berpakaian hitam panjang, seperti pakaian khusus orang Mesir. Lelaki itu tidak nampak wajahnya, kerana terhalang dengan tutupan ! kepalanya yang menjorok ke depan.
Laki-laki itu mendekati Hasan kemudian berkata padanya,” Biar aku tangani jenazah ibumu, pulanglah !”. kata orang itu.
Hasan lega mendengar bantuan orang tersebut, Ia berharap laki-laki itu akan menunggu jenazah ibunya. Syukur-syukur mahu menggali lubang untuk mengebumikan ibunya. “Aku minta supaya kau jangan menengok ke belekang, sampai tiba di rumahmu, “pesan lelaki itu.
Hasan mengangguk, kemudian ia meninggalkan pemakaman. Belum sempat ia di luar lokasi pemakaman,terbit keinginannya untuk mengetahui apa yang terjadi dengan jenazah ibunya.
Sedetik kemudian ia menoleh ke belakang. Betapa pucat wajah Hasan,melihat jenazah ibunya sudah dililit api, kemudian api itu menyelimuti seluruh tubuh ibunya.
Belum habis rasa takutnya, sedetik kemudian dari arah yang berlawanan, api menerpa wajah Hasan. Hasan ketakutan.Dengan langkah seribu, ia pun bergegas meninggalkan tempat itu.
Demikian yang diceritakan Hasan kepada ulama itu. Hasan juga mengaku,bahwa separuh wajahnya yang tertampar api itu kini berbekas kehitaman kerana terbakar.
Ulama itu mendengarkan dengan khusyuk semua cerita yang diungkapkan Hasan. Ia menyarankan, agar Hasan segera beribadah dengan khusyuk dan meminta ampun atas segala perbuatan atau dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh ibunya.
Akan tetapi, ulama itu tidak menceritakan kepada Hasan, apa yang telah diceritakan oleh ibunya kepada ulama itu.
Ulama itu meyakinkan Hasan, bahwa apabila anak yang soleh itu memohon ampun dengan sungguh-sungguh, maka bekas luka di pipinya dengan izin Allah akan hilang.
Benar , tak berapa lama kemudian Hasan kembali mengkhabari ulama itu, bahwa lukanya yang dulu amat terasa sakit dan panas luar biasa, semakin hari bekas kehitaman semakin hilang.
Tanpa tahu apa yang telah dilakukan ibunya selama hidup, Hasan tetap mendoakan ibunya. Ia berharap,apapun perbuatan dosa yg telah dilakukan oleh ibunya, akan diampuni oleh Allah SWT.
Semoga kisah nyata ini boleh menjadi pelajaran bagi kita semua…
Amin
p/s...Ya Allah....ampunkan segala dosa hambamu....betapa takutnya bila aku membacanya Ya Allah...
Sumber: Emel fwd.
Tujuh kali naik Haji tidak boleh melihat Ka’bah
“Kubur adalah rumah akhirat pertama, Bila selamat dikubur, maka yang setelahnya menjadi lebih mudah, bila tidak selamat di kubur, maka yang setelahnya lebih sulit.” (HR. Tirmidzi dan Ibn Majah).
1 Ulasan
masyaallah
BalasPadamjerit kat sini