Loading...
Tana Toraja di Sulawesi Selatan sudah lama terkenal dengan alam pegunungannya yang cantik dan ritual adatnya yang unik. Yang paling tersohor, tentu saja, pesta Rambu Solo yang digelar menjelang pemakaman tokoh yang dihormati.
Tana Toraja di Sulawesi Selatan sudah lama terkenal dengan alam pegunungannya yang cantik dan ritual adatnya yang unik. Yang paling tersohor, tentu saja, pesta Rambu Solo yang digelar menjelang pemakaman tokoh yang dihormati.
Tiap tahun pesta yang berlangsung di beberapa tempat di Toraja ini sentiasa mengundang kedatangan ribuan wisatawan.Selain Rambu Solo, sebenarnya ada satu ritual adat nan langka di Toraja, yakni Ma 'Nene', yakni ritual membersihkan dan menukar pakaian jenazah leluhur.
Ritual ini memang hanya dikenal masyarakat Baruppu di pedalaman Toraja Utara. Biasanya, Ma 'Nene' digelar tiap bulan Ogos. Saat Ma 'Nene' berlangsung, peti-peti mati para leluhur, tokoh dan orang tua, dikeluarkan dari makam-makam dan liang batu dan diletakkan di arena upacara.
Di sana, sanak-saudara dan para kerabat sudah berkumpul. Secara perlahan, mereka mengeluarkan jenazah (baik yang masih utuh maupun yang tinggal tulang-belulang) dan menukar pakaian yang melekat di tubuh jenazah dengan yang baru.Mereka melayan sang mayat seolah-olah masih hidup dan tetap menjadi sebahagian keluarga besar.
Ritual Ma 'Nene' oleh masyarakat Baruppu dianggap sebagai wujud kecintaan mereka pada para leluhur, tokoh dan kerabat yang sudah meninggal dunia. Mereka tetap berharap, arwah leluhur menjaga mereka dari gangguan jahat, perosak tanaman, juga kesialan hidup.
Asal Muasal Ritual Ma 'Nene' di Baruppu
Kisah turun-temurun menyebutkan, pada zaman dahulu terdapatlah seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek. Saat sedang memburu di kawasan hutan pergunungan Balla, bukannya mencari binatang hutan, ia malah mencari jasad seseorang yang telah lama meninggal dunia. Mayat itu tergeletak di bawah pokok, terlantar, tinggal tulang-belulang.
Merasa kasihan, Pong Rumasek kemudian merawat mayat itu semampunya. Dibungkusnya tulang-belulang itu dengan baju yang dipakainya, lalu diletakkan di kawasan yang lapang dan layak. Setelah itu, Pong Rumasek meneruskan perburuannya.
Tak disangka, semenjak kejadian itu, setiap kali Pong Rumasek memburu, ia selalu memperoleh hasil yang besar. Binatang hutan seakan digiring ke dirinya. Bukan hanya itu, sesampainya di rumah, Pong Rumasek mendapati tanaman padi di sawahnya pun sudah menguning, bernas dan siap panen sebelum waktunya.
Pong Rumasek menganggap, segenap peruntungan itu diperolehnya berkat welas asih yang ditunjukkannya ketika merawat mayat tak bernama yang ditemukannya saat memburu. Sejak itulah, Pong Rumasek dan masyarakat Baruppu memuliakan mayat para leluhur, tokoh dan kerabat dengan upacara Ma 'Nene'.
Dalam ritual Ma 'Nene' juga ada peraturan tak bertulis yang mengikat warga. Contohnya, jika seorang isteri atau suami meninggal dunia, maka pasangan yang ditinggal mati tak boleh kawin lagi sebelum mengadakan Ma 'Nene' untuknya.
Ketika Ma 'Nene' digelar, para perantau asal Baruppu yang bertebaran ke seluruh negeri akan pulang kampung demi menghormati leluhurnya.
Warga Baruppu percaya, jika Ma 'Nene' tidak digelar maka leluhur juga akan luput menjaga mereka. Musibah akan melanda, penyakit akan menimpa warga, sawah dan kebun tak akan menghasilkan padi yang bernas dan tanaman yang subur.
sumber:http://zonasemu1.blogspot.com/
Tana Toraja di Sulawesi Selatan sudah lama terkenal dengan alam pegunungannya yang cantik dan ritual adatnya yang unik. Yang paling tersohor, tentu saja, pesta Rambu Solo yang digelar menjelang pemakaman tokoh yang dihormati.
Tiap tahun pesta yang berlangsung di beberapa tempat di Toraja ini sentiasa mengundang kedatangan ribuan wisatawan.Selain Rambu Solo, sebenarnya ada satu ritual adat nan langka di Toraja, yakni Ma 'Nene', yakni ritual membersihkan dan menukar pakaian jenazah leluhur.
Ritual ini memang hanya dikenal masyarakat Baruppu di pedalaman Toraja Utara. Biasanya, Ma 'Nene' digelar tiap bulan Ogos. Saat Ma 'Nene' berlangsung, peti-peti mati para leluhur, tokoh dan orang tua, dikeluarkan dari makam-makam dan liang batu dan diletakkan di arena upacara.
Di sana, sanak-saudara dan para kerabat sudah berkumpul. Secara perlahan, mereka mengeluarkan jenazah (baik yang masih utuh maupun yang tinggal tulang-belulang) dan menukar pakaian yang melekat di tubuh jenazah dengan yang baru.Mereka melayan sang mayat seolah-olah masih hidup dan tetap menjadi sebahagian keluarga besar.
Ritual Ma 'Nene' oleh masyarakat Baruppu dianggap sebagai wujud kecintaan mereka pada para leluhur, tokoh dan kerabat yang sudah meninggal dunia. Mereka tetap berharap, arwah leluhur menjaga mereka dari gangguan jahat, perosak tanaman, juga kesialan hidup.
Asal Muasal Ritual Ma 'Nene' di Baruppu
Kisah turun-temurun menyebutkan, pada zaman dahulu terdapatlah seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek. Saat sedang memburu di kawasan hutan pergunungan Balla, bukannya mencari binatang hutan, ia malah mencari jasad seseorang yang telah lama meninggal dunia. Mayat itu tergeletak di bawah pokok, terlantar, tinggal tulang-belulang.
Merasa kasihan, Pong Rumasek kemudian merawat mayat itu semampunya. Dibungkusnya tulang-belulang itu dengan baju yang dipakainya, lalu diletakkan di kawasan yang lapang dan layak. Setelah itu, Pong Rumasek meneruskan perburuannya.
Tak disangka, semenjak kejadian itu, setiap kali Pong Rumasek memburu, ia selalu memperoleh hasil yang besar. Binatang hutan seakan digiring ke dirinya. Bukan hanya itu, sesampainya di rumah, Pong Rumasek mendapati tanaman padi di sawahnya pun sudah menguning, bernas dan siap panen sebelum waktunya.
Pong Rumasek menganggap, segenap peruntungan itu diperolehnya berkat welas asih yang ditunjukkannya ketika merawat mayat tak bernama yang ditemukannya saat memburu. Sejak itulah, Pong Rumasek dan masyarakat Baruppu memuliakan mayat para leluhur, tokoh dan kerabat dengan upacara Ma 'Nene'.
Dalam ritual Ma 'Nene' juga ada peraturan tak bertulis yang mengikat warga. Contohnya, jika seorang isteri atau suami meninggal dunia, maka pasangan yang ditinggal mati tak boleh kawin lagi sebelum mengadakan Ma 'Nene' untuknya.
Ketika Ma 'Nene' digelar, para perantau asal Baruppu yang bertebaran ke seluruh negeri akan pulang kampung demi menghormati leluhurnya.
Warga Baruppu percaya, jika Ma 'Nene' tidak digelar maka leluhur juga akan luput menjaga mereka. Musibah akan melanda, penyakit akan menimpa warga, sawah dan kebun tak akan menghasilkan padi yang bernas dan tanaman yang subur.
sumber:http://zonasemu1.blogspot.com/
0 Ulasan
jerit kat sini